BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam sejarah,
peradaban Islam tidak dapat dipisahkan dari sejarah seorang tokoh agung yang
dilahirkan dalam lingkungan masyarakat jahiliah dan paganis di Jazirah Arab.
Dia adalah Muhammad bin ‘Abdullah, rasul terakhir dan penutup para nabi.
Perjalanan kehidupannya adalah sebuah sejarah kepemimpinan yang sangat penting
bagi umat manusia. Suri teladan yang ada pada diri rasulullah SAW yang menjadi
panutan umat islam. Sebagaimana firman allah :
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah (Q.S. Al-Ahzab : 21).
Suri teladan
yang ada pada diri rasulullah SAW tidak akan bisa kita ketahui pada zaman
sekarang tanpa kita mengetahui dan mempelajari sejarah-Nya.
Sejarah
perkembangan masyarakat arab dalam kenyataan tidak dapat dilepaskan dari
sejarah perkembangan islam. Bangsa arab adalah suatu bangsa yang diasuh dan
dibesarkan Islam; dan juga Islam didukung dan berkembang luaskan oleh bangsa
arab. Dengan jelas sejarah menunjukan bahwa kemajuan bangsa arab sampau menjadi
bangsa besar, kuat dan bersatu adalah berkat kesetiaan dan keikhlasannya
terhadap islam. Demikian pula, islam cepat tersiar dan tersear luas ke penjuru
dunia, berkat peranan islam.
Persoalan yang
dihadapi Nabi ketika di Madinah jauh lebih komplek dibanding ketika di Mekkah.
Di Madinah umat islam sudah berkembang pesat dan harus hidup berdampingan
dengan sesama pemeluk agama lain, seperti Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu,
pendidikan yang diberikan oleh Nabi juga mencakup urusan-urusan muamalah atau
tentang kehidupan bermasyarakat dan berpolitik.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana
kondisi bangsa arab sebelum islam masuk?
2.
Bagaimana sistem
dakwah rasul SAW.?
3.
Bagaimana pembentukan
masyarakat madinah setelah nabi SAW. hijrah?
C.
Tujuan penulisan
1.
Mengetahui bagaimana
kondisi bangsa arab sebelum islam masuk?
2.
Mengetahui bagaimana
sistem dakwah rasul SAW.?
3.
Mengetahui bagaimana
pembentukan masyarakat madinah setelah nabi SAW. hijrah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bangsa arab sebelum islam
a.
Asal Usul Bangsa
Arab
Secara
Etimologis kata Arab berasal dari kata ‘Araba artinya yang berani bergoyang
atau mudah berguncang. Bangsa Arab maupun Israel termasuk dalam rumpun bangsa
Semit atau Samyah. Nabi Ibrahim dianggap sebagai cikal bakal dari rumpun bangsa
itu yang diduga berasal dari Babilonia.
Secara
geografis, daratan jazirah Arab didominasi padang pasir yang luas, serta
memiliki iklim yang panas dan kering. Hampir lima per enam daerahnya terdiri
dari padang pasir dan gunung batu.[1] Luas
padang pasir ini diklasifikasikan Ahmad Amin sebagai berikut:
1.
Sahara Langit,
yakni yang memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke
barat. Sahara ini disebut juga sahara Nufud. Di daerah ini, jarang sekali
ditemukan lembah dan mata air. Angin disertai debu telah menjadi ciri khas
suasana di tempat ini. Hal itulah yang menyebabkan daerah ini sulit dilalui.
2. Sahara
Selatan, yakni yang membentang dan menyambung Sahara Langit ke arah timur
sampai selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus, dan
pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan daerah sepi (al-Rub’
al-Khali).
3.
Sahara Harrat,
yakni suatu daerah yang terdiri dari tanah liat berbatu hitam. Gugusan batu-batu
hitam itu menyebar di seluruh sahara ini.
Secara garis
besar, jazirah Arab dibedakan menjadi dua, yakni daerah pedalaman dan pesisir.
Daerah pedalaman jarang sekali mendapatkan hujan, namun sesekali hujan turun
dengan lebatnya. Kesempatan demikian biasa dimanfaatkan penduduk nomadik dengan
mencari genangan air dan padang rumput demi keberlangsungan hidup mereka.
Sedangkan daerah pesisir, hujan turun dengan teratur, sehingga para penduduk
daerah tersebut relatif padat dan sudah bertempat tinggal tetap. Oleh karena
itu, di daerah pesisir ini, jauh sebelum Islam lahir, sudah berkembang
kota-kota dan kerajaan-kerajaan penting, seperti kerajaan Himyar, Saba’, Hirah
dan Ghassan.[2]
Bangsa arab
hidup berpindah-pindah, karena tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering
dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat
yang lainnya mengikuti tumbuhnya stepa (padang rumput) yang tumbuh di tanah
arab di sekitar genangan air setelah turun hujan.
Perkembangan
bangsa Arab terbagi kepada dua kelompok besar, yaitu:
1) Arab
Ba'idah, yaitu kelompok yang telah punah sejarah mereka telah terhenti bersama
dengan punahnya mereka dipermukaan bumi, seperti bangsa Ad dan Tsamud.
2) Arab
Aribah, Yaitu cikal bakal dari rumpun bangsa Arab yang ada sekarang ini. Mereka
berasal dari keturunan Qhattan yang menetap di tepian sungai Eufrat kemudian
pindah ke Yaman.
3) Arab
Musta'rabah (Arab Campuran), yaitu keturunan suku Ad-nan yang umumnya mereka
tinggal di hijaz. Mereka adalah keturunan nabi Ismail as.
Kehidupan
orang-orang Arab sebelum Islam sering disebut dengan kehidupan Jahiliyah. Akan
tetapi, jahiliyah dalam pengertian suatu tata kehidupan yang terlepas dari
nilai-nilai ajaran Agama, walaupun masyarakatnya menganut agama.
b.
Segi Sosial
Budaya Arab
Sistem sosial
masyarakat Arab mengikuti garis bapak (patrilinial) dalam memperhitungkan
keturunan, sehingga setiap nama anak dibelakangnya selalu disebutkan nama
bapak. Bahkan secara beruntun nama bapak-bapak mereka dicantumkan
dibelakang nama mereka dan dikaitkan dengan status dalam keluarga , yaitu bin
yang berasal dari kata ibnu yang berarti anak laki-laki. Bagi anak perempuan
tentu saja disebut binti, yang berarti anak perempuan. Orang-orang Arab
sangat bangga dengan rentetan nama-nama dibelakang nama mereka. Dalam
sebuah kabilah atau suku bangsa mereka terikat oleh bapak moyang mereka yang
sangat dihormati. Sekelompok orang yang berada dalam satu garis keturunan
dengan moyang yang sama biasa disebut sebagai satu keluarga besar dengan
sebutan Bani (anak keturunan), keluarga atau dinasti tertentu. Dalam sistem
masyarakat Arab yang sederhana sebuah kabilah dikepalai seorang ternama sebagai
seorang bapak utama atau perimus interpares, dengan julukan syekh.
Masyarakat Arab
sebelum Islam adalah masyarakat yang sudah mengenal sistem perbudakan. Sistem
kekerabatanya adalah sistemik partilinial (Patriarchat-agnatic) yaitu hubungan
kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan bapak. Wanita kurang mendapat
tempat yang layak dalam masyarakat. Bahkan tidak jarang apabila mereka
melahirkan anak perempuan, mereka merasa malu dan hina, kemudian mereka
kuburkan hidup-hidup, seperti yang dinyatakan dalam ayat Al-qur'an surat
An-Nahl Ayat 58-59: artinya: dan apabila salah seorang diantara mereka
dikabarkan dengan kelahiran anak perempuan, lalu merah pada mukanya, sedang ia
berduka cita. Ia menyembunyikan diri dari kaumnya, karena kejelekan berita
tersebut, apakah anak perempuan tersebut terus dipelihara dengan menanggung
hina atau dikubur hidup-hidup ke dalam tanah. Ketahuilah amat kejam hukuman
yang mereka lakukan.
jahiliyyah)
adalah konsep dalam agama Islam yang berarti "ketidaktahuan akan
petunjuk ilahi" atau "kondisi ketidaktahuan akan petunjuk dari
Tuhan" atau masa kebodohan Pengertian khusus kata Jahiliyah ialah keadaan
seseorang yang tidak memperoleh bimbingan dari Islam dan al-Qur'an.[3]
c.
Segi ekonomi dan
Perdagangan
Terikat oleh
keadaan geografis alam yang tandus kering dan gersang, maka pada umumnya
kehidupan orang Arab sebelum Islam bersumber dari kegiatan perdagangan,
pertanian dan peternakan. Mereka
berpindah-pindah menggiring ternaknya ke daerah yang sedang musim hujan atau ke
padang rumput. Mereka mengosumsi daging dan susu dari ternaknya. Serta membuat
pakaian dari bulu domba. Jika telah terpenuhi kebutuhannya, mereka menjualnya
kepada orang lain. maka terkenallah beberapa kota di Hijaz
sebagai pusat perdagangan, seperti Mekkah, Madinah, Yaman dan lain-lainya. Orang kaya dikalangan mereka
terlihat dari banyaknya hewan yang dimiliki. Lahan rerumputan yang ada di
daerah itu sangatlah sedikit, oleh karena itu kehidupan para
peternak selalu berpindah-pindah (nomaden) sesuai dengan lahan tempat mereka,
perselisihan atau peperangan antar suku dengan yang lain disebabkan ternak.
Mereka saling memperebutkan lahan yang memiliki padang rumput dan air, demi
mempetahankan kehidupan.
d.
Kondisi Politik Masyarakat Arab Sebelum Islam
Pada masyarakat Arab pra-Islam
dapat dibagi menjadi bua bagian berdasarkan atas batas territorial:
1) Penduduk kota (al-hadharah )
yang tinggal di kota perniagaan jazirah arabia, seperti Makkah dan Madinah.
Kota Makkah merupakan kota penghubung perniagaan Utara dan Selatan. Para
pedagang dengan kabilah-kabilah yang berani membeli barang dagangan dari India
dan Cina di Yaman dan menjualnya ke Syiria di Utara.
2) Penduduk pedalaman yang
mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Cara mereka hidup adalah nomaden,
berpindah dari suatu daerah ke daerah lain, mereka tidak mempunyai perkampungan
yang tetap dan mata pencaharian yang tepat bagi mereka adalah memelihara ternak,
domba dan unta.
Bangsa Arab terdiri beberapa suku. Mereka memiliki rasa cinta
berlebihan terhadap sukunya. Tidak jarang, peperangan terjadi antar suku.
Seperti perang Fujjar, perang saudara yang terkenal karena terjadi beberapa
kali. Pertama perang terjadi antara Suku Kananah dan Hawazan.
e.
Kehidupan
Keagamaan Bangsa Arab
Sebelum Islam
penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam, dan Jazirah Arab telah dihuni
oleh beberapa ideolgi, keyakinan keagamaan. Bangsa Arab sebelum Islam telah
menganut agama yang mengakui Allah sebagai tuhan mereka. Kepercayaan ini
diwarisi turun temurun sejak nabi Ibrahim as dan Ismail as. al-Qur’an menyebut
agama itu dengan Hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagai
pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang memberi rezeki dan
sebagainya. Kepercayaan yang menyimpang dari agama yang hanif disebut dengan
Watsniyah, yaitu agama yang mempersyarikatkan Allah dengan mengadakan
penyembahan kepada :
·
Anshab, batu yang memiliki bentuk
·
Autsa, patung yang terbuat dari batu
·
Ashnam, patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam dan semua patung yang
tidak terbuat dari batu.
Berhala atau
patung yang pertama yang mereka sembah adalah : Hubal. Dan kemudian mereka
membuat patung-patung seperti Lata, Uzza, Manata, dll. Tidak semua orang arab
jahiliyah menyembah Watsaniyah ada beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi
dan Masehi. Agama Yahudi dianut oleh bangsa Yahudi yang termaksud rumpun bangsa
Samiah (semid). Asal usul Yahudi berasal dari Yahuda salah seorang dari dua
belas putra nabi Yakub.
B.
Sistem
dakwah rasul. SAW
a. Dakwah
Rasulullah di Makkah
Muhammad SAW, Nabi akhir zaman, dilahirkan (tahun
570 M, menurut ahli sunnah) di kota Makkah dan merupakan keturunan bangsa
Arab.Dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah terbagi dalam 2 periode, yaitu di
Mekkah dan Madinah. Mekkah merupakan kota pertamakali penyebaran agama Islam,
karena Rasulullah SAW. adalah penduduk asli kota Mekkah. Saat ia diangkat
menjadi Rasulullah ia menerima pesan untuk menyampaikan dakwah kepada khalayak
Mekkah pada saat itu. Dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. di kota Mekkah
pada masa Kenabiannya dapat di bagi dalam 3 tahapan yaitu secara
sembunyi-sembunyi dengan melakukan pembinaan dan pengkaderan, semi rahasia
dan secara terang terangan atau Zhair dan melakukan upaya pembentukan
sistem masyarakat. Untuk lebih jelasnya maka akan dijelaskan bagaimana
ketiga tahapan tersebut:
a) Tahap
pertama dengan melakukan dengan rahasia.
Dakwah Rasulullah pada tahap ini dilaksanakan secara
sirriyah (rahasia) dalam waktu tiga tahun . Waktu itu dakwah belum dilakukan
secara terbuka di depan umum, melainkan melalui individu-individu , dari rumah
ke rumah. Mereka yang menerima dakwah Islam dikumpulkan di rumah Arkom ,
sehingga rumah itu dikenal sebagai Darul Arqam. Disanalah mereka di
bina dan dikader dengan sungguh-sungguh dan secara terus menerus.
Pada tahapan dakwah ini, orang-orang terdekat dengan
Rasulullah SAW. dan orang-orang yang dianggap mampu memegang rahasia yang
diajak oleh Rasulullah untuk mempelajari Islam. Orang yang pertama kali masuk
Islam adalah khadijah , istrinya , selanjutnya Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi
Thalib dan teman dekat Rasulullah SAW, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq.[4]
b) Tahapan
kedua yaitu seruan Nabi Muhammad saw. (Masih semi rahasia).
Pada tahapan ini, Nabi Muhammad saw. mengajak kepada
kaum keluarganya yang bergabung dalam rumpun Bani muthalib untuk masuk Islam.
Tahapan ini dijalankan berdasarkan petunjuk wahyu yang menegaskan
supaya dakwah dilakukan lebih luas.
c) Tahap
ketiga secara terang-terangan.
Pada
tahapan ini bentuk dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. adalah dengan
cara terang-terangan atau terbuka kepada seluruh masyarakat Jazirah Arab.[5]
Tahapan ini penuh dengan rintangan dan perjuangan setelah mendapatkan perintah
dari Allah SWT. Sebagaiamana terdapat dalam surah al_hijr: 94.
Dakwah pada masa
ini, mendapat reaksi yang sangat keras dari kalangan kaum musyrikin . Siksaan
dan penganiayaan datang bertubi-tubi. Istri Bilal bin Rabbah disiksa hingga
meninggal, sedangkan Bilal sendiri di paksa berbaring di siang hari bolong di
tengah teriknya matahari.[6]
Puncak dari kekejaman itu sangat dirasakan oleh Rasulullah saw. takkala dua
pilar utama penopangnya yakni Abu Thalib pamannya dan Khadijah istrinya meninggal
dunia. Peristiwa ini terjadi di tahun ke sepuluh kenabiannya. Kondisi ini
menyebabkan Nabi Muhammad saw. semakin diejek dan disoraki dan
dilempari batu bahkan sampai terluka di bagian kepala dan badannya.
Sekian tahun nabi
berdakwah di kota mekah, namun hanya beberapa orang saja yang beriman. Bahkan
mereka yang tetap musyrik selalu menganggu
jalannya dakwah nabi, sampai berusaha untuk membunuh nabi. SAW. Dengan
demikian kota mekah pada saat itu sangat sulit untuk dijadikan sebagai tempat
berdakwah sehingga nabi memutuskan untuk hijrah ke madinah.
b.
Dakwah rasul
SAW. di madinah
Siasat nabi SAW.
untuk menanamkan islam di antara penduduk madinah dilakukan melalui dua cara.
Pertama, beliau menemui mereka dimusim ibadah haji di mekah dan kedua beliau
mengutus utusannya ke madinah atas permintaan mereka.[7] Nabi
saw. memilih untuk hijrah menuju madinah karena sebelum hijrah itu terjadi,
bangsa arab yang bermukim di madinah sebenarnya telah banyak diantara
tokoh-tokoh mereka yang tertarik untuk masuk islam setelah melakukan haji di
makkah. Selain itu, banyak juga yang telah memahami tentang ketuhanan,
kenabian, dan wahyu. Kemudian mereka juga mengusulkan agar nabi hijrah ke
madinah.
Kondisi
orang-orang madinah yang sering berperang sedangkan kebiasaan bangsa arab pada
musim haji datang untuk beribadah ke mekkah dimanfaatkan oleh nabi sebagai momen untuk
menyampaikan dakwah islam kepada mereka. Beliau saling memperkenalkan diri
hingga akhirnya beliau mengajak mereka kepada islam dengan membacakan beberapa
ayat al-qur’an. Satu persatu tertarik dan menyatakan keislamannya, kemudian
beliau menasehati mereka agar menyiarkan agama islam ke kampung halamannya.
Setelah beberapa
tahun berlalu, orang-orang madinah pun bergantian datang kepada nabi untuk
menyatakan keislamannya. Seiring dengan hal itu, para pengikut agama islam
semakin bertambah dan menyebar luas sampai akhirnya nabi memerintahkan untuk
hijrah. Kedatangan beliau disambut dengan rasa rindu dan rasa cinta oleh kaum
muslimin madinah sambil diringi dengan melagukan puisi.
C.
Pembentukan
Masyarakat Madinah
Setelah Nabi
mendapat pengikut yang selalu mendukungnya dalam dakwahnya, Nabi dapat dengan
mudah membangun masyarakat islam, meskipun keadaannya lebih kompleks daripada
keadaan ketika beliau di Mekkah. Karena, ketika Nabi berada di Mekkah,
dakwahnya hanya fokus pada ajaran perbaikan Tauhid dan Akhlak. Sedangkan ketika
Nabi berada di Madinah, yang masyarakatnya sudah banyak yang muslim, dan hidup
berdampingan dengan pemeluk agama non islam, maka Nabi lebih memprioritaskan
kepada pendidikan bermasyarakat yang baik dan berpolitik. Diantara usaha-usaha
Nabi untuk membangun masyarakat Madinah adalah sebagai berikut:
a.
Membangun Masjid
Pada awal dakwah
Nabi di Madinah, beliau mendahulukan untuk untuk membangun masjid daripada
membangun bangunan lainnya, termasuk rumah kediaman beliau sendiri, karena
masjid mempunyai potensi yang sangat vital dalam menyatukan umat dan menyusun
kekuatan mereka kaum muslimin secara lahir dan batin, untuk membina masyarakat
islam atau daulah islamiyah berlandaskan semangat Tauhid.
b.
Mempersaudarakan
Kaum Muhajjirin dengan Anshor
Kaum Muhajjirin
yang jauh yang jauh dari sanak saudaranya di Mekkah dipererat oleh Nabi dengan
mempersaudarakan mereka dengan kaum Anshor, karena kaum Anshor telah menolong
kaum Muhajjirin dengan ikhlas dan tidak memperhitungkan keuntungan-keuntungan
yang bersifat materi, melainkan hanya karena mencari keridhoan Allah semata.
c.
Perjanjian
Perdamaian dengan Kaum Yahudi
Guna menciptakan
suasana tenteram dan aman di kota yang baru bagi Islam (Madinah), Nabi Muhammad
Salallahu’alaihiwasallam membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan
kaum Yahudi, yang berdiam di dalam dan di sekeliling kota Madinah. Dalam
perjanjian ini ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan tiap-tiap kelompok untuk
memeluk dan menjalankan agamanya. Inilah salah satu perjanjian politik
yang memperlihatkan kebijaksanaan Nabi sebagai seorang ahli politik yang ulung.
Tindakan seperti ini belum pernah dilakukan dilakukan oleh nabi-nabi dan
Rasul-Rasul yang terdahulu, baik oleh nabi Isa a.s maupun nabi Musa a.s atau
nabi-nabi sebelum mereka.
Diantara isi
perjanjian yang dibuat dengan kaum Yahudi antara lain:
· Kaum
Yahudi hidup damai dengan kaum Muslimin, kedua belah pihak bebas memeluk dan
menjalankan agama masing-masing.
· Kaum
Muslimin dan Yahudi wajib tolong menolong untuk melawan siapa saja yang
memerangi mereka. Orang-orang Yahudi memikul tanggung jawab belanja sendiri,
dan orang-orang islam memikul sendiri pula.
· Kaum
Muslimin dan Yahudi wajib saling menasehati dan tolong menolong dalam
bermasyarakat.
· Siapa
saja yang tinggal di dalam atau di luar dari kota Madinah, wajib dilindungi
keamanan dirinya, kecuali orang-orang dzalim dan bersalah.
Pejanjian
politik yang dibuat oleh Nabi sejak 14 abad silam menjamin kemerdekaan beragama
dan meyakini hak-hak kehormatan jiwa dan harta meski golongan tersebut adalah
non Muslim.
d.
Meletakkan
Dasar-Dasar Politik, Ekonomi dan Sosial.
Masyarakat Islam
Madinah telah terwujud, maka sudah tiba bagi Nabi Muhammad untuk menentukan
dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat Islam yang baru saja terwujud itu, baik
di lapangan politik, ekonomi, sosial maupun yang lain. Terbentuknya
negara Madinah, adalah akibat dari perkembangan pemeluk Islam yang menjelma
menjadi kelompok sosial dan memiliki kekuatan politik riil pasca periode Makkah
di bawah pimpinan Nabi. Setelah di Madinah posisi Nabi dan umatnya mengalami
perubahan besar. Di kota itu mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera
menjadi umat yang kuat dan independen.
Dalam
perkembangan Islam di Madinah, nabi telah memerintahkan kaumnya untuk berzakat,
berpuasa dan hukum-hukum yang bertalian dengan pelanggaran atau larangan,
jinayat dan lain-lain. Dengan ditetapkan dasar-dasar politik, ekonomi dan
sosial maka semakin teguhlah bentuk masyarakat Islam, sehingga dari hari ke
hari pengaruh agama Islam di kota Madinah semakin bertambah besar.
e.
Membangun
Kekuatan Militer untuk Mempertahankan Madinah.
Ketika Nabi
Muhammad datang ke Madinah, beliau mengetahui bahwa pihak Quraisy tidak akan
membiarkannya hidup dengan tenang di sana dan akan melakukan apapun untuk menghancurkannya
beserta pengikutnya. Oleh karena itu, beliau perlu membangun pasukan
militer atau pasukan perang untuk memperkuat sistem pertahanan Madinah,
sehingga siapapun yang memeluk agama Islam akan merasa aman dan selamat di kota
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Secara geografis
jazirah arab hampir seluruh wilayahnya merupakan padang pasir yang sangat luas.
Asal-usul bangsa arab menurut para ahli sejarah terbagi menjadi 3 suku yaitu
Arab Ba’idah, Arab Aribah, Arab Musta'ribah, system pemerintahan yang
digunakan, peradaban bangsa arab pra-islam, kehidupan keagamaan bangsa arab.
Dakwah secara
sembunyi-sembunyi selama tiga tahun,Mekkah merupakan sentral agama bangsa Arab
dan di sana mempunyai peribadatan terhadap Ka’bah dan penyembahan terhadap
berhala dan patung-patung yang disucikan seluruh bangsa Arab, hal seperti ini
bisa meyebabkan musibah dan kesulitan. Maka dalam menghadapi kondisi ini,
tindakan yang paling bijaksana adalah memulai dakwah dengan sembunyi-sembunyi,
agar penduduk Mekah tidak kaget karena tiba-tiba menghadapi sesuatu yang
menggusarkan mereka.Setelah beberapa lama Nabi Muhammad Saw., melakukan dakwah
secara rahasia atau sembunyi-sembunyi turunlah perintah Allah Swt. agar beliau
melakukan dakwah secara terbuka dihadapan umum. Langkah yang pertama yang
dilakukan Nabi Muhammad Saw. dalam berdakwah secara terbuka adalah mengundang
dan meyeru kerabat dekatnya dari Bani Muthalib.
Pembentukan
masyarakat madinah diawali dengan pembangunan masjid, Mempersaudarakan Kaum
Muhajjirin dengan Anshor, Perjanjian Perdamaian dengan Kaum Yahudi, Meletakkan
Dasar-Dasar Politik, Ekonomi dan Sosial, Membangun Kekuatan Militer untuk
Mempertahankan Madinah.
Daftar
Pustaka
Amin Masyhur.
2004. Sejarah peradaban islam. Bandung: Indonesia spirit foundation.
Ahmad Syalabi.
1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet.,I; Jakarta: Pustaka al-Husna.
Syukur,
Fatah. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Su’ud, Abu.
2003. Islamologi, Sejarah Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Manusia.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Fadil SJ, Pasang
Surut Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah (Malang: UIN Malang Press, 2008
Mujahidin,
Ahmad. “Arab Pra Islam; Hubungan Ekonomi dan Politik dengan Negara-Negara
Sekitarnya”. Jurnal Akademika, Volume 12 Nomor 2. Maret, 2003.
http://solihatcollection2.blogspot.co.id/2012/08/sistem-dakwah-rasulullah-saw-di-makkah_7.html
[1]
Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam
dalam Lintas Sejarah (Malang: UIN Malang Press, 2008), 43-44.
[2] Ahmad Mujahidin, “Arab Pra
Islam; Hubungan Ekonomi dan Politik dengan Negara-Negara Sekitarnya”, Jurnal
Akademika, Volume 12, Nomor 2 (Maret, 2003), 4.
[3] Su’ud, Abu. 2003. Islamologi,
Sejarah Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Manusia. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta. Hlm:15.
[4] Masyhur Amin. 2004. Sejarah
peradaban islam. Bandung. Indonesia spirit foundation. Hlm.15.
[5] Ibid. Hlm.16.
[6] Ibid. Hlm.19.
[7] Ibid. Hlm.32.